Pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Jawa Tengah telah melakukan upaya pembangunan infrastruktur yang cukup masive di Jawa Tengah selama kurang lebih lima tahun terakhir. Salah satu yang patut dan layak disorot adalah pembangunan Jalan Tol, Pelebaran jalur Reguler dan Jalur Arteri, sampai pembangunan Jalur Double Track kereta api. Semua sarana transportasi ini membantu menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lain dengan lebih baik yang berdampak terhadap, konektivitas, mobilitas maupun distribusi barang dan jasa dengan lebih cepat. Hal ini pastilah memiliki dampak secara ekonomi.
Perlu ditekankan diawal bahwa Infrastruktur diperlukan sebagai penyalur kebutuhan seluruh warga kota dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Setiap kawasan perkotaan atau pedesaan memiliki keunikan tersendiri, sehingga bisa dipastikan setiap kota atau kabupaten tidak memiliki infrastruktur yang sama. Keunikan masing-masing kawasan sangat bergantung kepada keadaan wilayah. Hal terpenting adalah bahwa seluruh kawasan mendapat layanan infrastruktur yang merata dan tidak ada disparitas antar wilayah. Inilah pencapaian yang setidaknya bisa kita apresiasi dalam lima tahun terakhir ini di Jawa Tengah, pemerataan infrastruktur. Pemerintah pusat, salah satunya melalui Kementrian Perhubungan telah mewujudkan koridor transportasi fisik yang mumpuni, Kementrian Perhubungan dalam hal ini telah menjalankan perwujudan saranan transportasi yang akan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi dan tersosialisasi dengan baik juga pada masyarakat, salah satunya menggunakan sosial media resmi kemenhub. Melalui Pembangunan infrastuktur ini juga diprediksi oleh beberapa pakar akan semakin mendorong konektivitas wilayah di Jawa Tengah yang berdampak pada pertumbuhan kawasan perkotaan menjadi lebih besar lagi dan membentuk wilayah yang disebut Mega Urban Area.
Sebelum membedah lebih jauh soal Mega Urban Area, baik untuk membedah geografi dan geopolitik wilayah Jawa Tengah secara umum lebih dahulu dan kenapa intervensi Pemerintah Pusat dalam kebijakan pembangunan sarana transportasi, dari Jalan, Bandara, Pelabuhan sampai Jalur Kereta Api, menjadi tetap penting dan relevan untuk wilayah Jawa Tengah.
Dipandang dari sudut RTRW (rencana tata ruang dan tata wilayah) ada fakta menarik di Jawa Tengah, bahwa di Jateng, berkembang wilayah yang dikenal sebagai Integrated Area. Pola pengembangan wilayah di Jateng hampir sama, Satu kota besar menyatukan kabupaten disekitarnya. Kita mulai dari sebelah utara alias Pantura dengan pola pengembangan coastal area. Ada tiga wilayah Administratif, sebut saja Plat G, Plat H dan Plat K sebagai basis penanda paling jelas dan bisa dilihat mata. Kita bahas mulai dari Plat H dulu, Secara ini adalah kawasan Ibu Kota Provinsi, meliputi Kota Semarang, Kabupaten Semarang, kota Salatiga, dan Kabupaten Kendal. Ciri khas wilayah ini adalah sentra industri dan kawasan berikat atau bisa juga disebut kapabeanan. Infrastruktur Pelabuhan, Penerbangan berada lengkap disini. Ditambah Jalan Tol yang sekarang resmi beroperasi menghubungkan Kendal Sampai Salatiga. Selain itu disini banyak Pabrik-Pabrik high level dan Padat Karya seperti Industri Garmen, ditambah ada kawasan Industri Baru yang tengah dibangun yaitu Kawasan Industri Kendal yang juga telah memancing Investasi Cukup besar masuk kewilayah ini. Kota Semarang adalah Primadona dikawasan ini, Selain sebagai pusat Administratif Provinsi, Semarang juga menjadi Kota dengan Perekonomian terbesar di Jawa Tengah, data dari BPS tahun 2018 menunjukkan semarang memiliki pendabatan domestik regional bruto sebesar (PDRB) Rp 161,25 triliun atau sebesar 13,7% dari total PDRB Jawa Tengah yang mencapai Rp 1.176,5 triliun. Ditambah Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kota Salatiga, maka PDRB kawasan ini mencapai Rp 252,05 Triliun alias 21,42 % wilayah Jateng. Ini adalah cermin kawasan urban di Jateng. Semua ciri khas tatanan masyarakat perkotaan modern ada di kawasan plat H ini. Kampus-kampus besar yang ada dikawasan ini, juga berpengaruh terhadap mobilitas warga di kawasan ini dilihat dari sektor pendidikan.
Berlanjut ke kawasan kedua yaitu area Plat G, ini nih kawasan Satelit dari Semarang. Secara kultur dan tipikal masyarakat tidak berbeda jauh. Sektor yang berkembang pun hampir sama. Kawasan Plat G ini meliputi Kota Pekalongan dan kabupaten pekalongan, Pemalang, Kota Tegal dan kabupaten Tegal juga, Kabupaten Batang (ehmm.. orang lebih kenal Alas Troban) dan Kabupaten Brebes. Meskipun ada dua kota disini, Tegal dan Pekalongan, secara Demografis dan Geografis, maupun Politis bayang-bayang Semarang tetaplah mencapai wilayah ini. Hanya saja bercampur antara kawasan Urban dan Rural (baca: Kota dan Desa) lebih kental di wilayah ini. Secara kultural dan demografi kawasan ini memiliki kultur keagamaan sangat kuat juga diwilayah ini. Wilayah ini lebih “hijau” dibandingkan semarang yang “abangan”. Sektor Swasta memegang peranan kuat disini. PDRB paling tinggi di kawasan ini dipegang oleh Kabupaten Brebes sebesar Rp 40 Triliun, tidak salah ketika akhirnya pemerintah membangun Kawasan Industri Brebes disini berbarengan dengan yang di Kendal tadi.
Kita lanjut dulu ke kawasan Plat K,yaitu Demak, Kudus, Jepara,Pati, Rembang, Blora dan Grobogan. Status Kota hanya dimiliki oleh Kudus, tapi jangan salah PDRB Kudus ini terbesar ketiga di Jawa Tengah yaitu sebesar Rp 97.5 Triliun. Wilayah ini adalah cerminan kawasan yang dominan rural. Keberadaan Kudus sebagai Kota Kretek dan Blok Cepu menjadi salah satu titik kuat ekonomi Industri di wilayah ini, beberapa Investasi asing juga telah mulai masuk di wilayah Jepara, Kudus, dan Rembang, dukungan Sarana Transportasi di jalur Pantura sudah pasti adalah jantung pergerakan ekonomi di wilayah ini. Adanya kawasan Konservasi Kepulauan Karimun Jawa juga menjadi ciri khas menarik wilayah ini, Kekuatan Wisata Alam, dukungan peningkatan dermaga dan kapal dengan tujuan wisata Karimun masih perlu ditambah.
Kawasan Plat H, Plat G dan Plat K bisa dikatakan adalah Integrated Area Pertama, hegemoni dan pengaruh Semarang kuat disini, lebih populer disebut sebagai Semarang Raya. Semua aliansi bisnis,sosial budaya dan ekonomi terikat kuat dengan Kota Semarang.
Kita beranjak ke Integrated Area Kedua, kalau pake plat kendaraan lagi maka kita sebut Plat AA dan Plat R. Langsung aja kita mulai dari Plat AA.Kawasan ini dulu dikenal dengan nama Karesidenan kedu. Sekarang dikenal dengan sebutan Daerah Pembantu Gubernur wilayah Kedu. Pusat pemerintahan berada di Magelang (kota dan kabupaten), ditambah kabupaten temanggung, Kabupaten Wonosobo,kabupaten Purworejo (dulu disebut Bagelen) dan Kabupaten Kebumen. Selain Kebumen, secara sosio kultural kawasan Plat AA ini hampir sama satu sama lain, kenapa kebumen berbeda? Nanti dijelasin. Kawasan Plat AA ini adalah cerminan kawasan Dataran Tinggi dengan tumpuan sektor utama di pertanian, Perkebunan dan Pariwisata. Ada juga candi borobudur salah satu dari 7 keajaiban dunia. Tembakau sampai Carica adalah komoditas perkebunan khas daerah ini. Dieng adalah tempat favorit, Kenapa ? karena Dieng termasuk kawasan Desa Produktif dengan lokasi geografis paling tinggi dunia. perbandingannya adalah Pegunungan Andes di Amerika Selatan. Bolehlah kalau dibilang atapnya pulau Jawa. Karena termasuk Kawasan Dataran Tinggi maka pendekatan Rural lebih efektif disini.
Kultur berbeda ada di Kota Magelang dan Purworejo. Kota Magelang relatif lebih terbuka, nah kalau purworejo, kawasan ini termasuk dataran rendah, jadi komoditi perkebunan tidak banyak menjadi kebutuhan mayoritas masyarakat disini,dominan pertanian dan pariwisata, purworejo adalah kawasan peralihan dari Jogja ke “Ngapak Area”. Apa itu “Ngapak Area”? Inilah kawasan yang disebut zona Plat R, kawasan ini secara logat bahasa khas sekali,yang disebut ngapak,meliputi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap. Kebumen itu harusnya masuk administratif wilayah ini juga karena kesamaan sosiokultural itu tadi. Maka dari itu di RTRW jateng kawasan ini disebut Balingmascakeb (akronim dari Banjarnegara, Purbalingga, banyumas, cilacap dan kebumen). Magelang dan Sekitarnya tadi memang lebih dominan dengan wisata sehingga daya dukung transportasi ke sentra-sentra wisata mutlak diperlukan, termasuk kemudahan akses ke sarana akomodasi seperti hotel dan tempat wisata kuliner.
Fokus Ekonomi di kawasan ini sebenarnya terbesar ada di Cilacap dan Banyumas. Cilacap secara PDRB berada diperingkat dua se-Jateng yaitu Rp 105,7 Triliun, cukup besar mengingat industri Pertamina juga terdapat disini, sementara Banyumas mencatat PDRB sebesar Rp 45,6 Triliun, Banyumas sendiri tak bisa dipisahkan dari kota Purwokerto sebagai ibukota Banyumas
kota ini memiliki terminal bus kelas A dan terbesar se-Jawa Tengah yang menampung mobilisasi penumpang di kawasan pantai selatan. Oke hematnya kawasan ini hampir mirip dengan pantura alias Semarang Raya, baik secara ekonomi,geografi maupun sosiokultural, namun berada di jalur selatan. Perlu ditegaskan Keberadaan Purwokerto dan Magelang adalah kawasan kunci Integrated area ini. Kok ada dua kota utama? Katanya menurut teori satu aja yang jadi kota utama..? Maksudnya begini .. dua kota itulah jantung integrated area kedua ini, kalau mau dipisah sebenarnya agak susah karena secara topografi berkaitan erat, jadi digabung aja jadi satu integrated area. Purwokerto adalah Mercusuar di kawasan Jalur Pantai Selatan, sedangkan Magelang adalah Mercusuar Jalur Tengah khususnya kawasan Dataran Tinggi di Jateng tadi,
Kali ini kita bahas Integrated Area ketiga, dalam RTRW Jateng kawasan ini disebut KASUBOSUKOWONOSRATEN, akronim dari Karanganyar, Surakarta, Boyolali,Sukoharjo,Wonogiri, Sragen dan Klaten. Secara geografis luas wilayah ini tidaklah sebesar dua integrated area yang lain, Namun kawasan ini memiliki Jumlah Penduduk terpadat alias perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah memiliki rasio yang kecil. Kawasan ini kalau boleh dibilang adalah Masterpiece Sosiokultural Jawa. Keberadaan Surakarta alias Solo menjadi simbol utama wilayah ini. Selain tingginya jumlah penduduk per kecamatan, kawasan ini juga memiliki jarak antar pusat kecamatan yang relatif dekat. Tahun 2008 pertumbuhan ekonomi di kota Solo bahkan mampu mengalahkan kota Semarang. Sebagai kawasan yang memiliki Bandara Internasional Pertama di Jawa Tengah pertumbuhan ekonomi dan Pariwisata di kawasan ini cukup menjanjikan. Didukung dengan dua Waduk Terbesar di Jateng, Gajah Mungkur dan Kedung ombo, sektor Agraria menjadi fokus utama pengembangan wilayah ini. Bahkan kini banyak Pengusaha di kawasan Jabodetabek yang melakukan relokasi pabrik ke kawasan ini.
Gambaran ini menunjukan bahwa kawasan ini memiliki Potensi SDM maupun SDA yang mencukupi untuk berkembang pesat. Sektor Akademis? Kawasan ini dikenal memiliki tingkat kesadaran pendidikan yang tinggi, ada kampus Universitas Sebelas Maret sebagai PTN negeri ternama di kawasan ini, belum lagi sejumlah kampus Swasta dan Perguruan Tinggi Islam banyak terdapat disini. Aspek pariwisata yang dikembangkan dari brand “Spirit of Java” menjadikan Integrated Area ini sebagai tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun internasional. Bentang wilayah kawasan ini merupakan gambaran kawasan terkoneksi dengan cukup baik melalui dukungan infrastruktur transportasi.
Oke setelah mengenal peta kawasan terintegrasi, kita masuk lebih mendalam pada konteks prediksi terbentuknya kawasan mega urban area di Jawa Tengah. Kembali pada konsep awal urbanisasi, Fenomena baru proses urbanisasi di Asia diperkenalkan melalui konsep “kotadesasi” yang dikembangkan oleh McGee pada pertengahan tahun 1980-an. Konsep kotadesasi ini kemudian mendasari konsep “Extended Metropolitan Regions” (EMR) yang wilayahnya mempunyai ciri antara lain berkepadatan penduduk tinggi, sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian dengan pemilikan lahan sempit, mengalami transformasi kegiatan dari pertanian ke berbagai kegiatan non-pertanian, intensitas mobilitas penduduk tinggi, interaksi tinggi antara aktivitas perdesaan dan perkotaan yang memungkinkan bertambahnya sumber pendapatan rumah tangga perdesaan dan meningkatnya partisipasi tenaga kerja wanita serta pencampuran guna lahan antara permukiman dan aktivitas ekonomi. McGee menegaskan bahwa wilayah EMR yang kemudian populer sebagai ‘mega-urban regions’ (MUR) secara keseluruhan terdiri atas komponen kota inti (core city), wilayah metropolitan dan wilayah kota-desa,. isu utama yang dihadapi Mega Urban bukan terletak pada ‘ukuran’ kota, namun pada ‘urban management’ (pengelolaan kota) yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi dan meminimalkan eksternalitas.
Koridor yang akan terdampak nyata dengan pesatnya pembangunan infrsatruktur transportasi membentang dari Semarang hingga Yogya, namun prediksi paling cepat adalah jalur Koridor Semarang Raya dan Solo Raya, kawasan ini akan semakin menyatu secara ekonomi dan hubungan industri.
Laju dan pola perkembangan Mega Urban Semarang Raya dan Solo Raya akan berlangsung terus sesuai dengan perkembangan globalisasi ekonomi sehingga meluasnya wilayah perkotaan beserta wilayah pengaruhnya tidak dapat dihindari. Pusat-pusat kegiatan industri akan membentuk pusat-pusat baru yang akan menarik penduduk, sehingga pola pergerakan penduduk di wilayah Semarang Raya dan Solo Raya menjadi semakin kompleks. Pertumbuhan pemukiman baru di zona penyangga kota Semarang dan kota Solo akan semakin bertambah, wilayah yang selama ini menjadi hub seperti Salatiga, Boyolali, Demak, Ambarawa sampai Grobogan adalah yang akan terdampak secara nyata. Tanpa antisipasi yang baik pola pertumbuhan kawasan Mega Urban ini akan menjadi kacau balau dan mengulang cerita kelam apa yang terjadi di kawasan Jabodetabek. Di Perkotaan saat ini sudah umum yang namanya Urban Sprawl, sprawl bisa dideskripsikan sebagai pembangunan yang tidak terencana, menyebar, kepadatan rendah dan tidak terstruktur di kawasan pinggiran. Salah satu bentuk nyata dari proses urban sprawl di kawasan pinggiran adalah meningkatnya jumlah pembangunan perumahan yang tersebar di kawasan pinggiran kota. Kota Semarang sebagai kota utama di Jawa Tengah sudah mengalami ini, Menurut penelitian yang dikemukakan oleh Setioko (2009), fenomena urban sprawl di Kota Semarang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan kebutuhan ruang di kawasan pinggiran bagian selatan dan timur Kota Semarang, semakin ke selatan menyatu dengan Kabupaten Semarang pertumbuhan perumahan dan kebutuhan akses jalan semakin tinggi.
Menurut penelitian Handayani, dengan menggunakan metode Kernel Density diprediksi kepadatan penduduk di wilayah jawa tengah pada tahun 2030 mendukung teori pertumbuhan Mega Urban Area Semarang Raya dan Solo Raya.
Masih menurut Handayani, Seperti terilustrasi pada peta di Gambar diatas, sedikitnya terdapat tiga aglomerasi kepadatan penduduk pada tahun 2030 yaitu Kota Semarang dan sekitarnya, Kota Surakarta dan sekitarnya, serta Kota Tegal dan sekitarnya. Walaupun kepadatan penduduk tertinggi pada tahun 2030 kemungkinan menurun namun distribusinya masih cenderung tidak merata. Jika pada tahun 2000, aglomerasi kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kota Surakarta dan sekitarnya, maka pada tahun 2030. aglomerasi terbesar berada di Kota Semarang dan sekitarnya yang melebar ke arah timur yaitu ke wilayah Demak, Kudus, dan sebagian Jepara. Lebih jauh, dengan mempelajari kecenderungan pola yang akan terjadi pada tahun 2030, bisa diasumsikan bahwa koridor tengah Semarang-Surakarta akan berkembang sangat pesat dan menyatu menjadi suatu wilayah dengan karakter kepadatan penduduk yang terdefinisi sebagai wilayah perkotaan yang sangat besar (mega urban).
Soal pertumbuhan kepadatan penduduk dan Mega urban Area ini bisa dilihat sebagai efek positif dari pembangunan, namun tanpa antisipasi yang serius maka bisa menimbulkan problem di kemudian hari. Percepatan infrastruktur juga harus diimbangi dengan pengawasan terhadap kondisi daya dukung lingkungan, pembangunan yang terlalu ekspansif dan esktraktif juga menyimpan potensi ancaman tersendiri. Alih fungsi lahan menjadi kawasan pemukiman atau pabrik juga perlu diatur dan dijaga, jangan sampai kawasan pertanian produktif makin hilang dan tergerus sehingga makin berdampak pada menurunnya laju produksi komodiri pertanian, mengingat Jateng sebagai salah satu sentra nasional untuk produk pertanian dan holtikultura. Tanpa penataan dan pemerataan yang lebih baik kawasan Mega Urban Area yang terbentuk akan menjadi problem dikemudian hari dimana akan semakin mempertinggi kesenjangan yang ada di Jateng itu sendiri.
Terakhir yang harus diperhatikan, dibalik pembangunan infrastruktur yang pesat dan mendukung konektivitas antar wilayah di Jateng saat ini, masih diperlukan lebih banyak lagi sarana transportasi yang mesti dibangun di masa mendatang, hal ini untuk mewujudkan pemerataan yang lebih baik, sehingga tidak terkonsentrasi pada kantong-kantong wilayah tertentu saja yang menjadi padat. Pengaktifan kembali jalur rel Semarang-Magelang-Jogja, wacana LRT adalah salah satu wacana yang saat ini tengah diwacanakan oleh Pemerintah Pusat maupun daerah. Apapun itu pembangunan infrastruktur saat ini telah mendukung pertumbuhan ekonomi dengan baik, tinggal mengawasi agar tidak keluar jalur. Bravo..